Newsflash

Pendidikan Untuk Semua PDF Cetak E-mail
Ditulis Oleh Rumah Cerdas Kreatif   
Monday, 11 May 2009

  Pendidikan untuk Semua - Sebuah Pengantar

(diterjemahkan dr brosur Global Campaign for Education, www.campaignforeducation.org)

Pendahuluan

Kita bersama mengetahui bahwa pendidikan merupakan hal yang amat vital dalam mengembangkan kemampuan dan taraf hidup individu, dan pada gilirannya juga berpengaruh pada pengembangan masyarakat. Kita juga mengetahui bersama bahwa kesempatan untuk menikmati pendidikan tidak merata sampai saat ini. Mereka yang miskin, yang tinggal di lingkungan urban miskin kota, sebagian perempuan, mereka yang tinggal di desa, adalah sedikit contoh golongan masyarakat yang tidak bisa menikmati pendidikan. Sudah banyak aksi yang dilakukan oleh berbagai kalangan dalam menyikapi ini, baik di Indonesia sendiri maupun di dunia.

Dalam lingkup global, setiap tahunnya pada bulan April, diselenggarakan sebuah kampanye global bertajuk "Education for All" atau "Pendidikan untuk Semua". Kampanye "Education for All" berawal dari sebuah deklarasi yang bernama Deklarasi Pendidikan untuk Semua (World Declaration on Education for All) yang dibuat dalam sebuah pertemuan yang membahas masalah pendidikan dunia di kota Jomtien, Thailand tahun 1990. Pertemuan ini memvisikan sebuah kondisi pembelajaran di mana setiap orang akan memiliki akses dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dalam berbagai bentuk, serta memungkinkan terbukanya peran penuh masyarakat dalam pendidikan. Pada tahun 2000 di Dakar, dalam suatu pertemuan Forum Pendidikan Dunia, dibentuklah sebuah pedoman Kerangka Aksi yang diharapkan dapat membantu setiap negara anggota Forum dalam mencapai tujuan untuk menciptakan kondisi yang tepat yang mendorong tercapainya "Pendidikan untuk Semua" di setiap negara anggota.

Di Indonesia, kegiatan untuk meratakan kesempatan pendidikan sudah dimulai dengan inisiatif berbagai pihak, mulai dari dibentuknya kelompok advokasi untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, sampai dibukanya komunitas-komunitas pendidikan alternatif yang lebih ditujukan kepada mereka yang tidak berkesempatan untuk menerima pendidikan yang layak. Melihat potensi-potensi inisiatif yang sudah ada ini, perlulah dibentuk suatu gerakan sinergis yang secara bersama menghimpun inisiatif-inisiatif. Bentuk gerakan sinergis bersama ini diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Untuk penyadaran kepada masyarakat luas bahwa Indonesia memiliki target Pendidikan untuk Semua yang harus dicapai, maka pada setiap tahunnya pada bulan April, perlu kiranya dilakukan kampanye serentak tentang Pendidikan untuk Semua, dimulai dari tahun 2003 yang akan datang.

Apa itu Kampanye Pendidikan untuk Semua?

Kampanye Pendidikan untuk Semua adalah sebuah kampanye gabungan dari mereka yang peduli pada dunia pendidikan. Fokus perhatian ditujukan pada belum meratanya kesempatan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan yang macam apa? Dan kelompok mana yang akan disuarakan dan menjadi sasaran kampanye? Terdapat suatu kebebasan untuk menafsirkan hal ini, baik dalam menentukan jenis pendidikan yang hendak dikampanyekan maupun kelompok sasaran kampanye. Untuk mempermudah penetapan sasaran, berikut ini disajikan enam sasaran kampanye yang termasuk dalam Kerangka Aksi yang dihasilkan di Dakar:

1. Memperluas dan meningkatkan kesempatan pendidikan masa kanak-kanak, terutama bagi mereka yang terpinggirkan.

2. Memastikan bahwa pada tahun 2015 nanti, semua anak, terutama perempuan, anak-anak yang terpinggirkan dan mereka yang menjadi etnis minoritas, memiliki akses terhadap pendidikan dasar yang bermutu.

3. Memastikan bahwa kebutuhan untuk belajar dari semua generasi muda maupun dewasa terpenuhi melalui terbukannya akses terhadap segala bentuk pendidikan, baik formal maupun informal.

4. Meningkatkan melek huruf khususnya bagi kaum perempuan, serta meningkatkan akses pembelajaran seumur hidup bagi orang dewasa.

5. Melenyapkan kepincangan kesempatan jender dalam akses terhadap pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan mencapai kesetaraan kesempatan jender pada tahun 2015.

6. Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan, baik formal maupun informal.

Bagaimana Gerakan dan Kampanye Pendidikan untuk Semua ini dapat dijalankan?

Ke enam sasaran kampanye di atas hanya berfungsi sebagai pedoman untuk lebih memperjelas mengenai gerakan kampanye ini. Sasaran dan bentuk kampanye tidak dibatasi oleh ke enam sasaran Pendidikan untuk Semua di atas, sejauh masih dalam rangka memperjuangkan meratanya kesempatan pendidikan bagi setiap orang. Setiap lembaga ataupun komunitas yang peduli pendidikan dapat mengembangkan sendiri bentuk-bentuk kampanye yang dirasakan cocok oleh mereka. Yang menjadi prioritas perhatian kampanye ini, adalah bagaimana caranya mensinergiskan gerakan-gerakan kampanye ini pada saat yang simultan sehingga menjadi sebuah gerakan besar yang diharapkan dapat memperoleh perhatian luas serta membangun kesadaran serta kepedulian masyarakat dalam hal pendidikan ini.

Kerangka Gambaran Pelaksanaan Pendidikan untuk Semua di Indonesia:

Pemerintah Indonesia telah sepakat untuk turut serta dalam komitmen Pendidikan untuk Semua. Usaha-usaha pemerintah ke arah itu antara lain diwujudkan dengan dibentuknya Forum Koordinasi Nasional Pendidikan untuk Semua (Forkonas) yang berada dalam wilayah tanggung jawab Direktorat Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. Berikut ini secara sekilas digambarkan perkembangan pembangunan di dunia pendidikan yang terkait dengan pelaksanaan Pendidikan untuk Semua, terutama yang dilakukan oleh pemerintah. (sumber: Forkonas Pendidikan untuk Semua)

1. Situasi umum pendidikan di Indonesia:

1) Sistem Pendidikan: Pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui dua jalur, sekolah dan luar sekolah. Jalur sekolah menganut sistem 6-3-3-4, yaitu sekolah dasar selama 6 tahun, sekolah lanjutan pertama 3 tahun, sekolah lanjutan atas 3 tahun dan perguruan tinggi 4 tahun. Sembilan tahun pendidikan pertama dinyatakan wajib sejak tahun 1994. Sekolah menengah dilakukan melalui dua jalur, akademis dan kejuruan. Di sisi lain, mengingat kondisi sosialkeagamaan, layanan pendidikan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi pendidikan umum dan pendidikan yang bercirikan agama islam. Pendidikan bercirikan agama ini adalah madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah.

2) Dewan Pendidikan dan Komite sekolah: konsekuensi logis dari desentralisasi pemerintahan termasuk pendidikan adalah pelimpahan wewenang dari tingkat pusat kepada daerah. Dalam kerangka membantu pemerintah daerah itulah, dan dalam tujuan untuk memberikan layanan pendidikan yang lebih tepat sesuai kebutuhan setempat, pengelolaan pendidikan dibantu oleh dewan pendidikan dan komite sekolah, yaitu badan-badan independen yang tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan pemda, dan melibatkan partisipasi masyarakat.

3) Pemberian layanan pendidikan: dikatakan bahwa layanan pendidikan meningkat tajam. Dikatakan pemerintah bahwa tahun 1970 ada 12,8 juta murid SD dengan 64 ribu lembaga SD. Jumlah itu menjadi 25,6 juta jiwa di tahun 2000 serta lembaga SD meningkat menjadi 149 ribu buah. Indikator yang tersedia masih menyajikan informasi kuantitas layanan dibanding kualitas layanan. Masih diperlukan adanya informasi mengenai jenis-jenis kelompok sasaran pendidikan yang terlayani.

4) Pembiayaan Pendidikan: Belanja pendidikan Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya jika dibandingkan dengan proporsi GNP. Tahun 2000/01 Indonesia hanya mencanangkan biaya pendidikan sebesar 5,67 % dari APBN.

2. Pelayanan perawatan dan pendidikan anak usia dini

Anak usia dini adalah anak usia 0-6 tahun. Program pelayanan dan pendidikan anak usia dini yang dimaksud oleh pemerintah adalah:

1) Pos Pelayanan Terpadu

2) Bina Keluarga Balita (BKB)

3) Taman Kanak-kanak

4) Tempat Penitipan Anak

5) Raudhatul Atfal

6) Kelompok Bermain

Jumlah rasio Perawatan dan Pendidikan bagi anak usia dini pada tahun 2000 baru sebesar 1:48 secara nasional, yang berarti dari setiap 48 anak usia dini, baru 1 orang yang terlayani oleh program pemerintah ini. Distribusi jumlah anak usia dini yang terakses oleh layanan pendidikan tahun 200 baru berjumlah 27%. Dari segi jender tidak ada yang cukup untuk keperluan analisa.

Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam mengembangkan pelayanan ini:

1. Masih terbatasnya jumlah lembaga layanan pendidikan dan perawatan ini, karena pada umunya lembaga-lembaga ini berada di kota besar, sedangkan sasaran layan sebagian besar (hampir 60%) ada di pedesaan.

2. Masih rendahnya kesadaran orang tua dan masyarakat tentang pentingnya layanan ini.

3. Rendahnya tingkat sosial-ekonomi orang tua

4. Kurangnya sosialisasi layanan ini kepada masyarakat.

5. Belum adanya program terpadu yang dapat memberikan layanan seutuhnya perawatan dan pendidikan.

6. Belum intensifnya kerjasana antara pemerintah dan non-pemerintah.

7. Belum tersedianya tenaga didik profesional

3. Pendidikan dasar:

Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun. Komitmen Dakar menyepakati agar negara-negara "...memastikan bahwa pada tahun 2015 semua anak, --terutama perempuan , anak dilingkungan yang kurang menguntungkan, dan anak dari golongan minoritas---memiliki akses terhadap dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bermutu."

Secara nasional, akses terhadap pendidikan dasar dari anak usia 7-12 tahun sebesar 94,04% yang berarti 5,96% atau sekitar 1.515.000 orang belum terlayani oleh pendidikan SD ini. Jumlah tersebut masih di luar angka DO dan mengulang kelas karena berbagai alasan baik ekonomi hingga kultural. Sedangkan tingkat pendidikan SMP masih jauh di bawah itu, dari anak umur 13-15 tahun sebanyak 12.972.000 orang, baru 45,10% memperoleh akses ke pendidikan SMP. Sedangkan mutu pendidikan masih diukur dari rata-rata NEM yang dicapai oleh siswa. Secara nasional, NEM SD yang dicapai adalah 6,11. Anak-anak di desa mempunyai tingkat akses yang lebih rendah secara umum.

4. Pendidikan Kecakapan hidup

Kecakapan hidup adalah kemampuan berperilaku adaptif dan positif yang menjadikan seseorang mampu menguasai secara efektif kebutuhan dan tantangan hidup sehari-hari. Target Dakar adalah tersedianya kesempatan sarana dan fasilitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar bagi pemuda dan orang dewasa yang ingin menambahkan kecakapan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Di Indonesia program kecakapan hidup dikatakan diselenggarakan melalui dua jalur, pendidikan sekolah melalui sekolah-sekolah kejuruan dan pendidikan luar sekolah seperti kursus kejuruan, pelatihan kerja, program magang, dan kelompok belajar. Karena Dakar sendiri tidak menetapkan target berapa persen masyarakat yang harus terserap ke dalam program pendidikan ini, maka belum dapat dibandingkan kinerja Indonesia dengan target Dakar. Namun data-data yang disajikan pemerintah masih berupa jumlah lembaga-lembaga yang menyediakan layanan pendidikan kecakapan hidup, belum diperoleh data mengenai berapa jumlah orang yang sebenarnya membutuhkan pelatihan ini, dan tidak juga tersedia data tentang apakah akses terhadap lembaga-lembaga tersebut merata secara nasional dan kelompok sasaran. Hal ini karena diasumsikan bahwa tidak emua penduduk pemuda dan dewasa harus mengikuti kursus dan pelatihan. Tentu asumsi ini jauh dari memadai. Dan rencana kerja yang dicanangkan adalah bagaimana mendorong penyebaran kursus dan lembaga pelatihan yang lebih merata sesuai dengan distribusi jumlah penduduk pemuda dan dewasa yang tidak sempat mengikuti pendidikan 12 tahun.

5. Pendidikan Keaksaraan dan Berkelanjutan

Target Dakar berbunyi: "Tercapainya sebesar 50% pada tingkat melek huruf orang dewasa terutama perempuan pada tahun 2015 dan akses yang sama terhadap pendidikan dasar dan pendidikan berkelanjutan bagi semua orang dewasa". Literacy atau melek huruf ditafsirkan sebagai melek aksara latin dan angka arab, melek bahasa Indonesia dan pendidikan dasar. Pada tahun 200 angka buta aksara perempuan umur 25 tahun ke atas adalah 21,2% dan laki-laki 4,7%. Jika angka peningkatan yang pernah dicapai pemerintah dipertahankan, maka pada tahun 2015 angka tersebut menjadi -2,7% untuk perempuan dan -0,26% untuk laki-laki.

6. Pendidikan Berkeadilan Jender

Target Dakar mengatakan bahwa harus ada penghapusan tingkat kesenjangan jender pada pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2015 dengan fokus kepastian sepenuhnya bagi anak perempuan terhadap akses dalam memperoleh pendidikan dasar yang bermutu. Dari serangkaian data yang dimiliki pemerintah, maka dapat disimpulkan disparitas jender pada penduduk pedesaan usia 15-24 tahun tidak akan hilang hingga tahun 2015 jika tidak ada intervensi yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait. Hambatan ke arah persamaan ini cukup banyak, mulai dari faktor ekonomi dimana perempuan dianggap lebih baik bekerja di dapur daripada menghabiskan uang untuk sekolah, sampai pada kurangnya sosialisasi wacana jender ke masyarakat-masyarakat umum, baik desa maupun kota.

7. Mutu Pendidikan.

Komitmen Dakar menyebutkan target mutu pendidikan: "Peningkatan mutu pendidikan yang diberikan kepada semua peserta didik dan peningkatan itu tercermin pada ukuran-ukuran yang dapat diandalkan, seperti kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta ketrampilan untuk hidup. Indikator yang digunakan di Indonesia untuk mengukur mutu pendidikan adalah: tingkat ketersediaan buku teks, NEM rata-rata per propinsi dan jumlah siswa yang berhasil melanjutkn pendidikan ke tahap berikutnya.

Kesenjangan dengan target Dakar: NEM rata-rata nasional masih sangat rendah di mana yang mendapat NEM di atas 5,5 hanyalah 36,79% saja.

8. Tambahan: Pendidikan alternatif, inisiatif-inisiatif masyarakat (di luar usaha pemerintah).

Dakar memang tidak secara eksplisit menyebutkan penyebaran pendidikan alternatif sebagai suatu sarana untuk meratakan pendidikan, hanya disebutkan secara umum dalam pendidikan kecakapan hidup saja. Namun mengingat target waktu dan hambatan yang dialami pemerintah sedemikian besar, maka pendidikan alternatif menjadi salah satu kunci untuk memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat secara nasional. Keberagaman masyarakat Indonesia dengan sendirinya menimbulkan keberagaman kebutuhan pendidikan, yang hanya bisa dicapai dengan pendidikan alternatif. Namun tampaknya tidak masuk akal jika masih harus membebani pemerintah dengan pendidikan jenis ini, oleh karena itu perlu dibuka ruang sebesar-besarnya untuk pendidikan alternatif ini. Pendidikan alternatif memang sudah banyak ditemui, namun dari segi kuantitas dan kualitas masih amat kurang. Sering partisipasi masyarakat terhambat oleh kurangnya tenaga dan finansial. Selain itu, sistem sosial politik yang ada belum sepenuhnya medukung usaha-usaha alternatif ini. Sering gerakan pendidikan alternatif dicurigai, baik oleh aparat maupun oleh masyarakat sendiri. Hal ini tentu menghambat bertumbuhnya partisipasi masyarakat Dukungan dan pengakuan dari pemerintah terhadap partisipasi masyarakat amatlah penting jika ingin target Pendidikan untuk Semua dapat tercapai.

Untuk melihat sejauh mana indikator-indikator yang diberikan oleh Forkernas berkesinambungan dengan usaha pencapaian target Pendidikan untuk Semua, di bawah ini disajikan salah satu butir Kerangka Aksi Pendidikan untuk Semua yang disepakati di Dakar:

"Dalam rangka mencapai tujuan-tujuan Pendidikan untuk Semua, kami, pemerintah, organisasi, badan dan asosiasi yang terwakili di Forum Pendidikan Dunia berjanji untuk melaksanakan hal-hal berikut:

1. mengerahkan komitmen politik nasional dan internasional yang kuat bagi Pendidikan untuk Semua, membangun rencana aksi nasional dan meningkatkan investasi yang besar dalam pendidikan dasar;

2. mempromosikan kebijakan Pendidikan untuk Semua dalam kerangka sektor yang berlanjut dan terpadu baik, yang jelas terkait dengan penghapusan kemiskinan dan strategi-strategi pembangunan;

3. menjamin keikutsertaan dan peran serta masyarakat madani dalam perumusan, pelaksanaan dan pemantauan strategi-strategi untuk pembangunan pendidikan;

4. mengembangkan sistem pengaturan dan manjemen pendidikan yang tanggap, partisipatori dan dapat dipertanggungjawabkan;

5. memenuhi kebutuhan sistem pendidikan bagi daerah-daerah yang dilanda oleh pertikaian, bencana alam dan ketakstabilan, dan melaksanakan program-program pendidikan dengan cara-cara yang mempromosi saling pengertian, perdamaian dan toleransi, dan yang membantu mencegah kekerasan dan pertikaian;

6. melaksanakan strategi-strategi terpadu untuk persamaan jender dalam pendidikan yang mengakui perlunya perubahan-perubahan sikap, nilai dan praktek;

7. melaksanakan sebagai sesuatu yang mendesak program dan tindakan pendidikan untuk memerangi wabah HIV/AIDS;

8. menciptakan lingkungan sumber daya yang aman, sehat, inklusif dan adil yang kondusif bagi keunggulan dalam pembelajaran dengan tingkat-tingkat prestasi yang sudah jelas dibataskan untuk semua;

9. meningkatkan status. Moral dan profesionalisme guru-guru;

10. memanfaatkan tehnologi-tehnologi informasi dan komunikasi baru untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan Pendidikan untuk Semua;

11. secara sistematis memantau kemajuan ke arah tujuan-tujuan dan strategi-strategi Pendidikan untuk Semua pada tingkat-tingkat nasional, reginaol dan internasional;

12. membangun di atas mekanisme yang sudah ada guna mempercepat kemajuan ke arah pendidikan untuk semua.

9. Kesimpulan:

1) Perkembangan Pendidikan untuk Semua di Indonesia masih diukur berdasarkan kinerja pembangunan pemerintah dalam dunia pendidikan secara umum. Belum ditemukan upaya-upaya pemerintah yang khusus dikembangkan untuk tercapainya Pendidikan untuk Semua ini. Belum nampak adanya strategi khusus untuk memperlancar Pendidikan untuk Semua selain bergantung pada kerja-kerja rutin pemerintah. Seperti butir 1 dan 2 "janji" di atas, dikatakan pemerintah akan mengerahkan komitmen politik nasional dan Internasional yang kuat dan mengaitkan kebijakan Pendidikan untuk Semua dengan strategi pemberantasan kemiskinan dan strategi pembangunan, di mana hal tersebut belum terlihat saat ini.

2) Segala data dan usaha pelaksanaan Pendidikan untuk Semua di atas merupakan milik pemerintah, karena itu dalam perencanaan dan pengukuran kinerjanya digunakan faktor-faktor makro seperti penggunaan sensus dan penggalakan Pendidikan untuk Semua melalui aparat negara. Hal itu wajar karena memang kewenangan pemerintah berada di wilayah itu. Namun dapat dilihat bahwa usaha-usaha yang sudah dan akan dilakukan pemerintah itu masih memerlukan bantuan inisiatif dari pihak masyarakat, LSM dan lembaga-lembaga otonom lainnya yang mampu bergerak di luar fokus perhatian makro dan birokratis. Pemanfaatan potensi dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Pendidikan untuk Semua hanya mampu terlaksana jika didukung oleh pihak-pihak non pemerintah. Jika pemerintah berperan di wilayah makro dan kuantitatif, maka inisiatif masyarakat dapat ditekankan pada upaya-upaya mikro dan kualitatif. Artinya, pelaksanaan butir 3 pada "janji" diatas juga belum dijamin sepenuhnya.

Pendidikan untuk Semua sebagai isu holistis.

Pemerintah negara-negara dunia telah memberikan janjinya untuk mencapai target-target pendidikan sesuai kesepakatan "Pendidikan untuk Semua" tahun 1990 di Jomtien dan tahun 2000 di Dakkar, dan pemerintah Indonesia termasuk di antara negara yang telah terlibat dalam kesepakatan tersebut. Namun sampai hari ini, lebih dari 50 tahun setelah pendidikan disepakati menjadi hak manusia yang asasi, 125 juta anak masih belum menikmati bangku sekolah.

Berbagai macam hal dapat disebut sebagai penyebab belum lancarnya jalan menuju tercapainya kesepakatan tersebut. Salah satunya adalah cara pandang yang parsial terhadap pendidikan. Pendidikan sering dilihat hanya sebagai masalah persekolahan dan bagaimana seseorang bisa bebas dari buta huruf. Menilik masalah Pendidikan untuk Semua dan target-targetnya yang terancam tidak tercapai, jelas diperlukan cara pandang yang lebih luas terhadap pendidikan dari yang sekarang dipakai oleh para pemerintah di dunia. Pendidikan berkaitan dengan kemiskinan, masalah pekerja anak, korupsi, ketimpangan gender, masalah hutang luar negeri sampai globalisasi. Jika pemerintah dan kita -sebagai anggota masyarakat yang peduli terhadap pendidikan- ingin serius untuk memperbaiki kondisi pendidikan, maka kita harus mengubah cara pandang yang parsial terhadap pendidikan tersebut ke cara pandang yang lebih holistis. Dibutuhkan pula penanganan yang serius terhadap semua aspek kehidupan bangsa yang berkaitan dengan pendidikan. Ini memerlukan niat politik yang besar dari pemerintah, yang mengharuskannya untuk merubah paradigma pembangunan yang sekarang dijalankan.

Pendidikan dan Kemiskinan

Tujuan Pendidikan untuk Semua untuk memberantas kemiskinan melalui pendidikan, justru dihambat oleh kemiskinan itu sendiri. Karena kemiskinan, sulit rasanya mengharapkan sebuah keluarga mengirimkan anaknya ke sekolahan, mengingat biaya yang tidak mampu mereka jangkau. Seandainyapun biaya pendidikan dasar dibiayai oleh pemerintah, masih ada masalah lainnya, yaitu peran seorang anak bagi keluarga miskin yang merupakan salah satu pencari nafkah dalam keluarga, sehingga bila anak bersekolah, kemampuan keluarga untuk memperoleh pendapatan berkurang. Hal ini menggambarkan bahwa diperlukan adanya koordinasi antara usaha-usaha pendidikan dengan usaha-usaha yang memberi perhatian pada masalah kemiskinan ini. Saat ini memang sudah ada koordinasi antara usaha-usaha perbaikan pendidikan dengan usaha-usaha penanggulangan kemisikinan dari pemerintah serta usaha-usaha serupa oleh masyarakat secara swadaya. Namun belum bisa diperoleh gambaran lengkap mengenai sejauh mana usaha-usaha tersebut membuahkan hasil.

Pendidikan dan masalah Pekerja Anak

Kemiskinan telah membawa sejumlah besar anak-anak kepada keharusan untuk bergelut di lapangan pekerjaan sebelum waktunya. Sebagian dari mereka terjerumus dalam apa yang dinamakan sebagai ‘bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak-anak" seperti kerja di jermal, di jalanan dan di tempat-tempat pelacuran anak. Pendidikan yang memadai tentu tidak mereka rasakan dari tempat-tempat semacam itu, dan perlu usaha antar sektor untuk mengeluarkan anak-anak dari tempat tersebut. Kedua persoalan ini saja, kemiskinan dan pekerja anak, memerlukan penanganan koordinatif dari lembaga-lembaga yang menangani masalah-masalah ini. Dalam lingkup nasional, oleh organisasi pemerintahan, telah dilakukan langkah-langkah kerja sama antara Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (Depdiknas), Komite Aksi Nasional Penanggulangan Perlakuan Terburuk Pekerja Anak (Depnakertrans) dan Komite Nasional Penanggulangan Kemiskinan (Menko Kesra), masih ditambah kerja sama dengan ILO. Sementara di lingkup organisasi-organisasi non pemerintah ada banyak organisasi-organisasi yang menaruh perhatian terhadap masalah-masalah kemiskinan serta pekerja anak ini.

Pendidikan dan Korupsi

Untuk menyediakan pendidikan gratis dan untuk memberikan subsidi pada para orangtua dari keluarga tidak mampu sehingga anak mereka bisa bersekolah, pemerintah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan itu, pemerintah "terpaksa" harus meminjam dana dari luar negeri, hal ini dikatakan sendiri oleh beberapa sumber di Diknas. Patut dipertanyakan, apakah dana pendidikan memang betul-betul kurang? Jika memang kurang, apakah praktek-praktek korupsi di tubuh negara, khususnya Diknas dan Departemen-Departemen yang terkait dengan masalah-masalah di atas sudah diberantas habis? Diperlukan suatu usaha terpadu untuk menghitung berapa idealnya dana pendidikan yang betul-betul dibutuhkan oleh negara dan usaha untuk memberantas habis korupsi supaya dana-dana yang sudah diupayakan tersebut tidak bocor di tengah jalan.

Pendidikan dan Hutang Luar Negeri

Walau korupsi tidak ditangani secara serius, pinjaman luar negeri berjalan terus. Tidak ada mekanisme yang transparan yang membuat masyarakat dapat mengawasi apakah hutang yang sudah dibuat untuk ditanggung anak cucu tersebut disalurkan dan digunakan dengan baik. Tidak sedikit kasus menunjukkan bahwa hutang luar negeri justru kontraproduktif bagi masyarakat. Sering terjadi kebocoran di tingkat birokrasi, penggelembungan nilai proyek (mark up), salah sasaran pemberian hutang, salah prioritas, maupun alokasi hutang yang tidak sesuai dengan kebutuhan penerima. Saat ini cicilan pembayaran hutang dan bunganya saja sudah memakan begitu besar kemampuan finansial negara. Dengan demikian, pembiayaan sektor pendidikan dan sektor kesejahteraan sosial lainnya tidak menjadi prioritas.

Contoh dapat dilihat dari RAPBN 2003, dimana untuk cicilan hutang pemerintah harus mengeluarkan Rp 80,8 trilyun, sementara untuk dana pembangunan (dimana pendidikan termasuk di dalamnya) hanya sebesar Rp 54,4 trilyun. Pembiayaan pendidikan yang diambil dari hutang luar negeri tidak memenuhi rasa keadilan karena sebenarnya pendidikan itu merupakan hak masyarakat, bukannya beban yang kemudian hari harus mereka bayar. Masalah hutang ini memang cukup rumit, dimana klaim-klaim pemerintah bahwa mereka tidak mempunyai cukup dana untuk membiayai sektor sosial tidak diikuti usaha-usaha serius untuk memberantas kebocoran dana tersebut ataupun studi-studi untuk memetakan kebutuhan dana-dana riil di lapangan.

Pendidikan dan Militer

Pengeluaran negara-negara di bidang militer secara global jauh lebih besar daripada pengeluaran mereka untuk sektor layanan publik khususnya pendidikan. Data dari PBB dan Bank Dunia menunjukkan bahwa dana untuk mencapai target pendidikan dasar secara global memerlukan US$ 8 milyar dolar setiap tahunnya, atau setara dengan dana untuk kegiatan militer secara global selama 4 hari saja. Dalam setahun, kegiatan militer global menghabiskan biaya sebesar US$ 780 milyar, atau US$25 ribu per detik. Mengingat fakta ini, patut dipertanyakan, apakah memang terhambatnya pendidikan lebih dikarenakan kurangnya sumber dana atau tidak adanya kemauan politik dari negara-negara dunia, khususnya negara-negara utara yang telah memberikan komitmennya untuk mengalokasikan dana hibah yang lebih besar bagi pendidikan di negara-negara berkembang?

Pendidikan dan Perempuan

Diseluruh dunia, 860 juta orang dewasa tidak bisa membaca atau menulis. Duapertiganya adalah perempuan. Perempuan merupakan separuh dari penduduk dunia, dan menyumbang duapertiga dari seluruh jumlah jam kerja dan mengurus hampir keseluruhan anak di dunia. Namun kesempatan pendidikan bagi mereka lebih buruk dari anak laki-laki. Mendidik anak perempuan akan membawa kesehatan keluarga yang lebih baik, pertumbuhan ekonomi, rendahnya kematian anak serta perbaikan gizi. Dengan kata lain, pendidikan bagi anak perempuan merupakan strategi yang sederhana dan mudah dicapai untuk membantu menanggulangi kemiskinan. Masalah perempuan dan pendidikan ini merupakan masalah yang terkait antar bidang, sehingga sekali lagi, membuktikan bahwa masalah pendidikan tidak cukup ditangani secara parsial. Sebagian dari anak-anak yang terjerumus dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak adalah anak perempuan, seperti mereka yang menjadi pekerja seks anak-anak. Perlu sebuah dorongan makro dari pemerintah dan mikro dari masyarakat untuk mengusahakan keadilan gender dalam bidang pendidikan ini.

Pendidikan dan Daerah Konflik

Sementara pemerintah telah memberikan komitmennya untuk mencapai target-target Pendidikan untuk Semua, konflik-konflik internal yang terjadi di dalam negeri Indonesia telah membuat puluhan ribu anak-anak tak mempunyai akses terhadap sekolah dan pendidikan secara umum. Sebagian dari anak-anak yang hidup di Aceh, Papua, Ambon dan daerah konflik lainnya saat ini belum diketahui nasibnya berkaitan dengan pendidikan; apakah mereka sudah memperoleh kesempatan dan akses kepada pendidikan? Jika belum, apakah ada usaha dari pemerintah atau masyarakat agar anak-anak ini bisa segera mendapatkannya? Situasi anak-anak di daerah konflik ini masih gelap dan belum banyak diketahui oleh orang, terutama masyarakat pendidikan. Umumnya mereka ini ditangani oleh para pekerja kemanusiaan, sehingga perlu adanya kerjasama antara lembaga-lembaga peduli kemanusiaan dengan lembaga-lembaga peduli pendidikan untuk bisa memperoleh data berapa besar anak-anak yang terhalangi aksesnya terhadap pendidikan di daerah konflik, dan untuk menyusun langkah-langkah bersama untuk mengatasi hal ini.

Pendidikan untuk Semua: milik dan pekerjaan siapa?

Walau secara nasional pemerintah telah membentuk sebuah Forum Koordinasi Nasional untuk melaksanakan Pendidikan untuk Semua ini, namun Forum tersebut belum dapat berbuat banyak karena hanya berbentuk Kelompok Kerja, sehingga tidak mampu untuk melakukan koordinasi penuh terhadap Departemen-Departemen yang seharusnya terkait dengan masalah Pendidikan untuk Semua ini. Kita tahu bahwa setiap Departemen akan memiliki hambatannya masing-masing, dan sebuah kelompok kerja tidak akan cukup untuk mengatasi hal tersebut. Diperlukan pembentukan program terpadu antar departemen disertai dengan niat penuh dari pemerintah untuk menjalankan program terpadu itu. Jelas untuk itu kepentingan pribadi maupun kelompok yang kental di struktur negara harus bisa dihilangkan.

Bagaimanapun juga, jangkauan pemerintah tetap terbatas. Karena ukuran serta struktur birokrasinya, pemerintah akan cenderung mengurusi masalah-masalah makro, sementara akan kehilangan kelincahannya untuk mengurusi masalah-masalah mikro. Di sisi lain, LSM, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan justru memiliki keluwesan untuk menjangkau basis-basis yang luput dari angka-angka statistik pemerintah maupun kelompok-kelompok kerja yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga peran LSM serta organisasi-organisasi basis tidak bisa ditunda lagi. Isu Pendidikan untuk Semua ini dapat dijadikan kampanye bersama dan tema berjaringan, bukan hanya dengan sesama lembaga pendidikan, namun juga dengan lembaga-lembaga lain yang bidang perhatiannya berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti lembaga anti korupsi, anti hutang, perempuan dan lain-lain. Isu Pendidikan untuk Semua ini merupakan kesempatan bagi lembaga-lembaga basis untuk menagih janji pemerintah, baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah negara-negara lain untuk menepati kesepakatan. Dan juga merupakan kesempatan untuk menggerakkan dukungan seluas-luasnya bukan hanya dari satu bidang saja.

Pendidikan untuk Semua:

Sejarah, Perkembangan, dan Apa yang Perlu Dilakukan?

Latar Belakang

Deklarasi HAM universal di mana diakui bahwa pendidikan menjadi prioritas tertinggi

Semakin memburuknya kondisi pendidikan pada tahun 1980-an

- lebih dari 100 juta anak, 60 juta diantaranya perempuan tidak mengenyam pendidikan dasar.

- 960 juta orang dewasa, dua pertiganya perempuan, masih buta huruf

- lebih dari dua pertiga penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap media dan teknologi

Sejarah Gerakan Pendidikan untuk Semua

1990 - Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua di Jomtien, Thailand.

- Penyediaan akses pendidikan dasar untuk semua pada tahun 2000

 1995 - World Summit for Social Development di Copenhagen

- Terlihat jelas bahwa target deklarasi Pendidikan untuk Semua di Jomtien tidak akan tercapai

- Target penyediaan akses pendidikan dasar untuk semua diundur menjadi tahun 2015

 1999 - Oxfam GB meluncurkan kampanye educationnow

- Hutang-hutang negara miskin dirasakan sangat menjadi hambatan untuk berinvestasi dalam pendidikan

2000 - Forum Pendidikan Dunia di Dakar

- Menguatkan kembali Deklarasi Jomtien yaitu:

2002 - perencanaan Pendidikan untuk Semua di tingkat nasional sebagai bagian dari perencanaan pendidikan nasional

2005 - mengurangi kesenjangan gender di pendidikan dasar dan menengah

2005 - memastikan bahwa semua anak, khususnya perempuan, anak berkebutuhan khusus, dan anak dari etnis minoritas, memiliki akses terhadap pendidikan yang memadai, berkualitas, dan gratis.

2015 - mencapai peningkatan 50% peningkatan melek huruf, khususnya perempuan dan akses yang memadai bagi orang dewasa untuk melanjutkan pendidikan.

2015 - mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan

2001 - Global Campaign for Education (GCE) menggelar acara Sepekan Aksi Pendidikan untuk Semua (SPAPUS) untuk yang pertama kalinya dan sejak saat itu setiap April dilakukan SPAPUS

2002 - Konferensi Pembangunan PBB

- Konferensi tidak menghasilkan ukuran yang konkret untuk menarik kembali perhatian dunia untuk mencapai target Deklarasi Dakar.

- AS dan EU memberikan sejumlah dana untuk membantu pencapaian target Dakar.

Kondisi Setelah Jomtien dan Dakar

Perkembangan Global

Angka Partisipasi Pendidikan Dasar

- Berbeda menurut region dan gender

- Angka partisipasi terendah ada di Afrika dan Asia Selatan, masing-masing hanya mencapai 45 juta dan 56 juta. Yang sudah dinilai baik adalah Asia Timur, Amerika Latin, dan Timur Tengah

- Tingkat kenaikan masih terlalu lambat untuk mencapai target Pendidikan untuk Semua tahun 2015

Kesetaraan Gender

- Setiap dua dari tiga anak perempuan di dunia belum memiliki akses terhadap pendidikan dasar

- Menurut data GCE, memasuki abad 21 masih ada 70 juta anak perempuan yang tidak bersekolah dan 550 juta (satu diantara lima) perempuan dewasa yang buta huruf.

- Dalam kampanye globalnya tahun 2003, GCE menjadikan kesenjangan gender ini sebagai pelajaran terbesar

Tingkat Melek Huruf

- Pada pertengahan tahun 1990-an, masih ada 872 juta penduduk negara berkembang yang masih buta huruf; dua pertiganya adalah perempuan

- Semenjak tahun 1980, penurunan angka buta huruf hanya mencapai 15% dan sangat kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk

- Pada tahun 2000, diperkirakan jumlah buta huruf mencapai 881 juta dan kesenjangan gender dalam masalah ini masih tinggi

Kualitas Pendidikan

- Belum ada standar yang bisa dipakai secara internasional untuk mengukur kualitas pendidikan

- Meski demikian, melek huruf dan angka adalah dua indikator yang jelas harus ada

- Secara umum, kualitas pendidikan bisa dipengaruhi dan dengan demikian diukur dari guru, kurikulum, media bahasa, lingkungan sekolah, dan partisipasi masyarakat

Perkembangan di Indonesia

Perawatan dan Pendidikan Anak Usia Dini

- Sampai tahun 2000, akses layanan program ini masih rendah; dari 26.172.763 anak, baru 41% (10.794.534) saja yang terlayani

- Ada beberapa kendala seperti terbatasnya jumlah lembaga yang hampir semua di kota besar, belum adanya program terpadu untuk perawatan dan pendidikan ini, dan belum intensifnya kerjasama pemerintah dan non-pemerintah serta belum tersedianya tenaga didik profesional

Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Kualitas Pendidikan

- Sampai tahun 2000, prosentase anak yang masuk ke SD mencapai 94,04%, sementara untuk SMP masih dibawah prosentase ini; hanya mencapai 45,10%

- Meski angka partisipasi di SD sudah hampir menyeluruh, tingkat kesenjangan antar propinsi, pedesaan-perkotaan, laki-laki dan perempuan masih tetap ada dan validasi jumlah siswa yang DO dan mengulang kelas masih sulit di dapat.

Pendidikan Keaksaraan dan Berkelanjutan

- Pada tahun 2000, angka buta aksara perempuan umur 25 tahun mencapai 21,2% sedangkan laki-laki 4,7%

- Jika angka yang pernah dicapai pemerintah dipertahankan, maka pada tahun 2015 angka tersebut akan menjadi -2,7% untuk perempuan dan -0,26% untuk laki-laki

Pendidikan Berkeadilan Gender

- Berdasarkan data yang ada, pemerintah menyimpulkan bahwa disparitas gender pada penduduk pedesaan usia 15-24 tahun tidak akan hilang pada tahun 2015 jika tidak ada intervesni yang sungguh-sungguh dari semua pihak

Apa yang Perlu Dilakukan?

Pemerintah harus:

- Serius: membuat target yang konkret, mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai target tersebut. Prioritas-prioritas dan indikator yang akan dicapai pada tahun 2005 harus dimasukkan ke dalam budget nasional, strategi pengurangan kemiskinan dan perencanaan sektor pendidikan.

- Mengurangi beban yang ditanggung oleh keluarga untuk mengirimkan anak, khususnya perempuan ke sekolah: menghilangkan biaya SPP, menyediakan buku, seragam, dan makanan tambahan gratis.

- Menangani kasus pekerja anak: banyak anak perempuan yang bekerja dan pekerjaan mereka seringkali vital untuk keluarga mereka. Jika mengirimkan anak ke sekolah berarti hilangnya pendapatan keluarga miskin, maka pemerintah harus memberikan uang pengganti pendapatan yang harus hilang kerena pergi ke sekolah. Mempekerjakan anak apalagi yang membahayakan keselamatan anak harus dihentikan secepatnya - sebagaimana tertera dalam konvensi ILO 182.

- Menghargai hak anak perempuan di sekolah; memastikan bahwa sekolah memperhatikan keselamatan dan kehormatan anak perempuan - mulai dari kebutuhan dasar seperti penyediaan toilet yang terpisah; sekolah menghentikan tindakan kekerasan dan pelecehan terhadap anak perempuan di sekolah; sekolah berhenti mengeluarkan anak perempuan dan ibu muda yang hamil; sekolah memasukkan pencegahan HIV/AIDS dan kecakapan hidup dalam kurikulum.

- Mendidik anak perempuan dan perempuan dewasa. Perempuan mendapatkan proses pemberdayaan melalui pendidikan orang dewasa dan ibu yang melek aksara lebih memiliki kecenderungan untuk mengirimkan anak mereka ke sekolah.

- Memberantas korupsi yang menggerogoti kemampuan pemerintah dalam usaha perbaikan pendidikan dan sektor layanan publik lainnya.

- Berusaha untuk tidak membiayai pendidikan dari hutang luar negeri karena pendidikan merupakan hak setiap orang, bukan hutang yang harus menjadi bebannya dikemudian hari.

Lembaga internasional dan lembaga donor harus:

- Serius: memberikan bantuan lebih banyak dengan perencanaan pendidikan yang lebih menggunakan perspektif gender, seperti kepada 18 negara yang masuk dalam the Fast Track Initiative. Untuk mencapai pendidikan dasar menyeluruh dan menghilangkan kesenjangan gender dalam angka partisipasi hanya menghabiskan USD $5.6 milyar setiap tahun. Tetapi negara-negara kaya hanya memberikan seperempatnya saja, dan hanya 2% dari bantuan yang diberikan dialokasikan untuk pendidikan.

- Berhenti menduplikasi upaya; lembaga donor harus mengeluarkan semua sumberdayanya untuk mendukung kerangka aksi nsional yang ditargetkan pada tahun 2005 secara sinergis dan terintegrasi dan berhenti memanfaatkan dana mereka untuk proyek-proyek kecil mereka dimana seringkali terjadi tumpang tindih pembiayaan proyek dengan lembaga donor lain.

- Memberikan prioritas yang lebih besar terhadap target tahun 2005 sebagai langkah pertama untuk mencapai tujuan lain untuk mengurangi kemiskinan pada tahun 2015.

Masyarakat dan lembaga peduli Indonesia harus:

- Turut berpartisipasi dalam merencakan dan mengimplementasikan gerakan Pendidikan untuk Semua

- Menjadikan isu Pendidikan untuk Semua ini sebagai media untuk membuat jaringan seluas-luasnya dalam hal memperbaiki kondisi pendidikan, memberantas korupsi, menolak hutang, mengawasi proses globalisasi serta isu-isu lainnya yang terkait serta terutama untuk mendesak pemerintah agar menjalankan komitmennya yang sudah dibuat di Dakkar.

Diseluruh dunia, 860 juta orang dewasa tidak bisa membaca atau menulis. Duapertiganya adalah perempuan.

Perempuan merupakan separuh dari penduduk dunia, dan menyumbang duapertiga dari seluruh jumlah jam kerja dan mengurus hampir keseluruhan anak di dunia. Mendidik anak perempuan akan membawa kesehatan keluarga yang lebih baik, pertumbuhan ekonomi, rendahnya kematian anak serta perbaikan gizi. Dengan kata lain, pendidikan bagi anak perempuan merupakan strategi yang sederhana dan mudah dicapai untuk membantu menanggulangi kemiskinan. Itu juga hak mereka. Jadi, kenapa kita tidak berusaha lebih baik?

Dalam pertemuan Milenium PBB di tahun 2000, para pemimpin dunia berjanji untuk memastikan sebanyak mungkin anak perempuan dan laki-laki dapat bersekolah pada tahun 2005. Saat itu tinggal 2 tahun lagi, dimana target tersebut terancam tidak tercapai. Tanpa tindakan khusus, janji tersebut tidak akan tertepati.

Kampanye Global untuk Pendidikan, atau disebut juga The Global Campaign for Education - suatu koalisi guru-guru serta organisasi-organisasi di 180 negara- menyerukan kepada para pemimpin dunia untuk memperlakukan target 2005 secara serius. Kami membutuhkan dukungan anda. Jika ada banyak dari kita yang bersuara, pemerintah mau tak mau akan mengambil tindakan positif untuk menyekolahkan semua anak perempuan.

Anak Perempuan + Pendidikan

= menanggulangi kemiskinan: di Zambia, perempuan yang tidak berpendidikan kemungkinan hidup dalam kemiskinan 2 kali lebih besar daripada mereka yang paling tidak pernah menikmati pendidikan pada usia 8 sampai 12 tahun.

= harapan hidup yang lebih baik: di negara bagian India, Kerala, di mana 86% perempaun mampu membaca, harapan hidup adalah 73 tahun. Di Uttar Pradesh, di mana kurang dari 25% perempuan melek huruf, harapan hidup hanya 45 tahun.

= kesehatan yang lebih baik: perempuan yang melek huruf 50% lebih banyak mengimunisasikan anak mereka.

= rendahnya kematian anak: resiko anak lahir prematur dapat dikurangi sekitar 8% setiap tahunnya jika ibu mereka menjalani pendidikan dasar.

= alokasi keuangan yang lebih baik: untuk mencapai target pendidikan dasar dalam tempo 10 tahun, dibutuhkan biaya sekitar 5,6 milyar dollar Amerika, yang hanya sedikit lebih kecil daripada biaya pengeluaran untuk keperluan militer dunia selama tiga hari.

(diterjemahkan dr brosur Global Campaign for Education, www.campaignforeducation.org)

Comments
Add New Search
Fhira   |2009-10-21 10:49:54
Aq ingin menanyakan tetang pendidikan, upaya upaya apa sih yg dilakukan
pemerintah agar hakikat pendidikan dapat diterapkan seutuhnya di indonesia,..??
JaWabannya bisa kirim ke email ku yach., oke
Write comment
Name:
Email:
 
Website:
Title:
UBBCode:
[b] [i] [u] [url] [quote] [code] [img] 
 
 
:angry::0:confused::cheer:B):evil::silly::dry::lol::kiss::D:pinch:
:(:shock::X:side::):P:unsure::woohoo::huh::whistle:;):s
:!::?::idea::arrow:
 
Please input the anti-spam ../../../../code/default.htm that you can read in the image.

3.20 Copyright (C) 2007 Alain Georgette / Copyright (C) 2006 Frantisek Hliva. All rights reserved."

 
< Sebelumnya   Berikutnya >
© 2010 Rumah Cerdas Kreatif
Joomla! is Free Software released under the GNU/GPL License.