Newsflash
Beranda Rumah Cerdas Kreatif
Login Form
| Anak-Anak Karbitan |
|
|
|
| Ditulis Oleh Rumah Cerdas Kreatif | |
| Tuesday, 10 March 2009 | |
|
ANAK-ANAK KARBITAN
Oleh Dewi Utama Faizah,
Anak-anak yang Digegas Menjadi Cepat Mekar, Cepat Matang, Cepat Layu...
Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua ... Captive market! Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di internet dan literatur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidak-patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidak-tahuannya!
Anak-Anak Yang Digegas...
Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidak-patutan terhadap anak. Diantaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik di dalam dan di luar sekolah.
Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya dibidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian? James Thurber seorang wartawan terkemuka pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis. Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum pada beberapa waktu silam.
Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada seorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, dimana seorang Ibu yang bemama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif anaknya, sejak si anak masih berupa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian diajak berbicara dengan mcnggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah menyelesaikan membaca Ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia membaca enam buah buku dan koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun ia menjadi guru matematika di Michigan State University. Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa.
Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu. Seperti halnya Einstein yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun.
Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh faktor kognitif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan "Early Childhood Training". Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasannya. Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang memfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidak-seimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang dimana-mana, di Indonesia.
"Early Ripe, Early Rot...!"
Gejala ketidak-patutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1990 di Amerika. Saat orangtua dan para profesional merasakan pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan "peluang emas" bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak-kanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.
Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika sudah dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah "Era Headstart" merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk membelajarkan wins dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak.
Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal "The Process of Education" pada tahun 1990, la menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika . "We begin with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some intellectually honest way to any child at any stage of development". Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang disalah-artikan oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan cepat busuk... early ripe, early rot!
Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia SD. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.
Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep "kesiapan-readiness" dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang "biological limitations on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan intervensi dini dan rangsangan intelektual dini kepada anak agar mereka segera siap belajar apapun.
Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah membuat anak-anak menjadi cepat mekar. Anak-anak menjadi "miniatur orang dewasa ". Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton anak anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu merangsang keingin-tahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa, sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan bahasa, berpikir dan perilaku anak tumbuh kembang secara cepat.
Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnva saat perilaku anak menampilkan gaya "kedewasaan ", sementara perasaannya menangis berteriak sebagai "anak".
Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang anak laki-laki "Heintje" di era tahun 70-an... I'm nobody's Child;
I'm nobody's child; I'm nobody's child;
Dampak berikutnya terjadi ... ketika anak memasuki usia remaja. Akibat negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki usia remaja. Mereka tidak segan segan mempertontonkan berbagai macam perilaku yang tidak patut. Patricia O'Brien menamakannya sebagai "The Shrinking of Childhood". Lu belum tahu ya... bahwa gue telah melakukan segalanya", begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada teman-temannya. "Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks " serunya bangga.
Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi cepat mekar.... kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang, sebuah proses dalam kehidupannya !
Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas yang berkarier di luar rumah tidak memiliki waktu banyak dengan anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih mengandalkan tenaga "baby sitter" sebagai pengasuh anak-anaknva. Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai "Cinderella Syndrome" yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi menghindari kehidupan nyata yang mereka jalani.
Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut berbagai les, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby-sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak mereka. Tidak jarang para baby-sitter ini mengikuti pendidikan parenting di Lembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang tua.
Era SUPERKIDS
Kecenderungan orangtua menjadikan anaknya "be special" daripada "be average or normal" semakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin anak-anak mereka menjadi "to excel, to be the best". Sebetulnya tidak ada yang salah. Namun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, tari balet, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya... maka lahirlah anak-anak super---"SUPERKIDS' ". Cost merawat anak Superkids ini sangat mahal. Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya "earlier is better". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil Postman seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah... ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan!
Berbagai Gaya Orang Tua
Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan "miseducation" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara lain:
Gourmet Parents --- (ORTU B0RJU) Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah banyak kelompok orangtua "gourmet " atau kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.
College Degree Parents --- (ORTU INTELEK)
Gold Medal Parents --- (ORTU SELEBRITIS)
Sebagai ilustrasi, dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang puluhan anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya Lomba Pakaian Adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta . Anak-anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara anak kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar, mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan keluar sebagai pemenang sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas kertas.
Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok Gold Medal Parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia TK mengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya, kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya menjadi pasien dokter jiwa. Gold Medal Parents menimbulkan banyak bencana pada anak-anak mereka!
Pada tanggal 29 Mei lalu kita saksikan di TV bagaimana bintang cilik "Joshua" yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya. Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat menghapal puluhan nama-nama kepala negara. kemudian di usia balitanya dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang "Superkid" -- seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film....
Do-it Yourself Parents
Outward Bound Parents --- (ORTU PARANOID)
Prodigy Parents --(ORTU INSTANT) Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang "Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Membaca" karangan Glenn Doman , atau "Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika" karangan Siegfried, "Berikan Anakmu pemikiran Cemerlang" karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 9 Hari" karangan Sidney Ledson .
Encounter Group Parents --- (ORTU NGERUMPI)
Milk and Cookies Parents ---(ORTU IDEAL) Kelompok ini tidak berpeluang menjadi orangtua yang melakukan "miseducation" dalam merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua.
Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyenangkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mereka begitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya.
Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar scorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik!
Kamu harus tahu bahwa tiada satu pun yang lebih tinggi, atau lebih kuat, atau lebih baik, atau pun lebih berharga dalam kehidupan nanti daripada kenangan indah terutama kenangan manis di masa kanak-kanak. Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa hal yang indah, kenangan berharga yang tersimpan sejak kecil adalah mungkin itu pendidikan yang terbaik. Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan indah di masa kecilnya, maka kelak seluruh kehidupannya akan terselamatkan. Bahkan apabila hanya ada satu saja kenangan indah yang tersimpan dalam hati kita, maka itulah kenangan yang akan memberikan satu hari untuk keselamatan kita"
Perspektif Sekolah Yang Mengkarbit Anak
Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah "Industri" dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak. Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang menumpuk. Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang sibuk sebagai "operator kurikulum" dan tidak punya waktu mempersiapkan materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah. Sebagai guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru hanya dapat menjadi "pengabar isi buku pelajaran" ketimbang menjalankan fungsi edukatif dalam memfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan "mesin-mesin dalam menskor" capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata pelajaran.
Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di sekolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak. Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah birokrasi? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat PR yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-perilaku keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang. Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk sekolahdengan tugas-tugas dan PR yang menumpuk.... Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong kehidupannya! Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 % kognitif dengan 10 % afektif.
Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah telah melakukan "pedagogy of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya. Dimana guru mengajar, anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran (Freire, 1993). Model pembelajaran banking system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah dan persaingan ranking wilayah....
Mengkompetensi Anak --- merupakan " KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN ?"
Anak adalah anugrah Tuhan... sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi citra anak dibentuk oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasa yang bertanggung- jawab. "(Nature versus Nurture) bagaimana?" Karenanya ada dua pengertian kompetensi. Kompetensi yang datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendiri. Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John Watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita sebagai komponen sentral dari konsep kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pembelajar, maka mereka juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.
Kata-kata Watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut : "Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to bring them up in, and I'll guarantee you to take any one at random and train him to become any type of specialist I might select -- doctor, lawyer, artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless of his talents, penchants, tendencies, vocations, and race of his ancestors " Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan "intervensi dini" setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New Jersey pada tahun 1979. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk mengukur "Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill)" dalam mata pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan kolumnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times sebagai berikut : "The improvement in those areas were not the result of any magic program or any singular teaching strategy, they were... simply proof that accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid off in New Jersey"
Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah, semestinya kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan kompetensi-kompeten si perolehan pengetahuan hanya secara kognitif.
Oleh karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial, kognitif, fisik dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja! Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus menerus merawat minat dan keingin-tahuan untuk belajar. Anak mengenali tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya. Perilaku keingin-tahuan - "curiosity" inilah yang banyak tercabut dalam sistem persekolahan kita. Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan! "Empty Sacks will never stand upright" --- George Eliot
Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun secara bersamaan, pikiran, hati, fisik, dan jiwa yang dimiliki anak didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan fisik anak akan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah dibutuhkannya peranan guru sebagai pendidik akademik dan pendidik sanubari "karakter". Dimana mereka mendidik anak menjadi "good and smart", terang hati dan pikiran
Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan "how learn to learn" pada anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai kreativitas. Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya berjam-jam untuk belajar anatomi tubuh manusia. Thomas Edison mengatakan bahwa "Genius is 1 percent inspiration and 99 percent perspiration ". Semangat belajar "encourage" tidak dapat muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan hati, kesukaan dan kecintaan belajar. Sementara di sekolah banyak anak patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak. Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah mengalirkan "moral literacy" melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karakter inilah tujuan sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr ). lnilah keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan perbuatan yang baik....
Penutup
Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang terang hati dan terang pikiran "good and smart" merupakan tugas kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang terjadi adalah ketidak-seimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif dan mengabaikan faktor emosi. Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi "SUPERKIDS". Inilah fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari lahirnya era anak-anak karbitan! Lihatlah nanti ketika anak-anak karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan. |
| < Sebelumnya | Berikutnya > |
|---|
Daftar Posting
- Belajar Kelompok
- Ceria Bermain Angka
- Berburu Buku Murah
- Radio Lebih Setia dan Sehat
- Kambing
- Sate Blora
- Merakit Mobil dan Pesawat
- Wahana Kebaikan Alam - Aqua
- Dari Juanda ke Soekarno Hatta
- Terbang Perdana
- Sejarah Kota Surabaya
- Berkunjung Ke Surabaya Zoo
- Berkunjung ke Monumen Kapal Selam
- Makam Bupati Blora
- Acara Haul Ds.Ngampel Blora
- Jenang Kudus
- Kado Ultah untuk Bunda
- Nonton Sang Pemimpi
- Sejarah Berdirinya Majapahit
- Ultah Izan
- Patih Gajah Mada
- Menjelajah Dunia Semut
- Perbedaan antara pintar, cerdas, kreatif dan inovatif
- Praktek Membuat Alat Peraga
- Koin untuk Prita
- Area Bermain dan Belajar Rumah Cerdas Kreatif
- Bermain Peran sebagai Penyiar Radio
- 5 Fakta Tentang Kesuksesan
- Hari Anti Korupsi Se-Dunia
- Selamat Datang
- Sepatu Hadiah
- Bakar Sate Kambing
- Vidaylin Minibear Gummie
- Syukuran Izan
- Nonton 2012
- Tanda Pangkat Polisi
- Mushola Impian
- Nyekar
- Getuk Goreng
- Kebun Mangga
- Konsistensi yg Terjaga
- Nuansa Desa Jatilawang
- Lesehan Kota Demak
- Ritual Jelang Keberangkatan Haji
- Gudeg Jogja
- Berkeliling dengan Becak
- Cerpen Yg mengingatkan ...
- Kegiatan Sedekah Bumi
- Singgah di Malioboro Jogja
- Kunjungan ke Kraton Jogjakarta
- Berkunjung ke Taman Sari Jogja
- Wisata Borobudur - Mendut
- Hari Osteoporosis Nasional
- Susunan Menteri & Pejabat Negara 2009-2014
- Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia
- Kode Rambu Touring
- Royalti & Hak Cipta Musik di Radio Internet
- Sang Dwi Warna
- Otak dan kecerdasan
- Batik sebagai Warisan Dunia
- Plus Minus Media Radio
- 1000 Hadist Nabi Muhammad SAW - lanjutan
- Senam Pernafasan
- 1000 Hadist Nabi Muhammad SAW
- Teknik Budidaya Jamur
- 100 Keluarga Berpengaruh di Dunia
- Menumbuhkan Minat Baca Sejak Usia Dini
- Yayasan Rumah Cerdas Kreatif
- Libur Lebaran di Pantai Ancol
- Tips Liburan Lebaran di Pantai Ancol
- Ceria Lebaran 1430 H
- Suka Cita Malam Takbiran
- Aku Malu pada Tuhanku
- 100 Keajaiban Alam Dunia
- Pilih Jualan Bakso atau Ikut MLM ?
- Nuansa Ramadhan di Grandci
- Pemanfaatan Radio Komunitas
- Guru Pos PAUD Butuh Sertifikasi
- Ibu Guruku Tukang Timbang Bayi
- Optimalisasi Kader Posyandu Untuk Pengembangan PAUD
- Bikin Radio Sekolah cuma 10ribu perak
- Bikin Radio Sekolah Yuk !
- Cerita Radio Komunitas
- Ultah Pertama
- Ceria Lomba Anak 17-an
- Bulan Kemerdekaan
- Pengalaman Naik Angkot
- Bersepeda Ria
- Indonesia International Motor Show 2009
- Ultah Andra
- Back To School
- Aktivitas Memasak
- Liburan di Wiladatika dan Telaga Arwana
- Suasana Pilpres di Cikeas
- Berkunjung ke At-Ta'awun
- Kunjungan Taman Prasasti
- Pemilu Damai versi Anak-anak
- Bikaholic
- Broadband Learning Centre
- Kode Plat Mobil Pajabat Negara
- Hukuman untuk Dhany !!
- Nonton Bioskop
- Bersepeda dan Dukung No Tobacco Day
- Senyum Ceria - Jamur Tiram
- Sepeda Untuk Kebersamaan
- Tidak Harus Nilai 100
- Keceriaan Pasar Malam
- Bantuan DikNas untuk TBM
- Jangan Ada Lagi Kerusuhan Mei' 98
- Pendidikan Untuk Semua
- Cara Daftar di Facebook
- Manusia Asset Tertinggi di Perusahaan
- Semangat Pagi
- Ounce beda dengan Ons
- Shooting dengan Handycam
- Iklan Yg Mengingatkan
- Berkunjung ke Puspitek TMII
- Ancol Fun Bike
- Terkejut-kejut di Facebook
- Perpustakaan Jalanan
- Wisata di Fantasy Island
- Ikutan Nyontreng
- Kiat Hidup Charles Saerang
- Facebook Mania
- Kirim Sumbangan Situ Gintung
- Anak Terlambat Bicara
- Tebakan Nomor Urut Partai
- Hobby Numismatik
- Alat Peraga Studio Siaran
- Wisata ke Taman Mekar Sari
- Ikutan Gerakan Earth Hour
- Biarkan Kamar Anak Berantakan
- Wahana Outbond di Cibubur
- Kejutan Anniversary
- Kejutan Ulang Tahun
- Anak-Anak Karbitan
- Kreasi Layang-layang
- Lomba Hotwheel
- Bermain di Game Centre
- Panen Jamur
- Uang Saku Bulanan
- Benih itu Tumbuh
- Sinetron Cinta Fitri Menyelamatkan nyawa Bapak kami ..
- Bermain Go-Kart
- Kreasi Coklat Valentine
- Family Gathering Abbott
- Jamur Untuk Pemberdayaan Masyarakat
- Kado Ultah Bunda
- Bermain Angklung
- Bermain Percobaan Kimia
- Hari Besar Nasional
- Foto Bareng Artis
- Alat Peraga Edukatif
- Kartu Ucapan Hari Ibu
- Software EDukatif Gcompris
- Alat Bantu Ajar Guru Cikeas
- Mencontek Itu Baik
- Jangan Paksa Minat Anak
- Ikut Lomba Paper Craft
- Menanam Benih
- Reportase Kunjungan Musium
- Bermain Robot Line Follower
- Perubahan Nama Radio Online
- Buku Sekolah Elektronik
- Aktivasi Modul Audio
- Pengenalan Benda Penghantar
- Bermain Jadi Penyiar
- Studio Siaran Rumah Cerdas Kreatif
- Software Edukasi Anak
- Membuat Radio Internet
- Outbond on Liburan Lebaran
- Beres-Beres Buku
- Komputer untuk Keluarga
- Virtual Drive untuk Optimalisasi Komputer Anak
- Rumah Cerdas Kreatif - Impian Kami
- Tentang Kami


